MOMS, JANGAN BIARKAN ANAKMU KECANDUAN MAIN GADGET! BELAJARLAH DARI KISAH SHAFRAAN

DatDut.Com
– Beberapa hari ini di media sosial berseliweran postingan dari seorang ibu
yang menyebut dirinya sebagai Ummu Shafraan. Ia membagikan pengalaman anaknya,
Shafraan, yang sempat kecanduan main gadget. Dengan berbagai usaha, akhirnya si
ibu berhasil membebaskan Shafraan dari kecanduan main gadget.
Lantaran masalah ini rupanya banyak dialami
oleh keluarga di Indonesia pada umumnya, terutama keluarga muda, postingan ibu
yang menuliskan postingannya di Manado pada 4 Agustus 2016 ini, langsung
menjadi viral. Ini tak lain karena banyak orangtua yang kebingungan mencari
cara agar anaknya terbebas dari kecanduan gadget. Berikut ini curahan hati Ummu
Shafraan:
Awal perkenalan dengan gadget pas Shafraan
umur 10 bulan. Awalnya terbiasa liat kakak kakaknya main game di tab. Dari
sekedar jadi penonton lama kelamaan dia jadi tertarik untuk mencoba.
Seiring bertambahnya usia, gadget
merupakan barang yang tidak bisa terpisahkan dalam kesehariannya. Bermain
berbagai jenis game bisa sampai berjam-jam bahkan game bagaikan lagu nina bobo
buat dia. Pokoknya main game dulu baru bisa tidur.Dan itu berlangsung setiap
hari.
Awalnya saya membiarkan. Saya memberikan.
Saya memfasilitasi. Karena bagi saya gadget adalah senjata ampuh saya untuk
menenangkan dia. Saat dia marah dan menangis saya pasti akan membujuknya dengan
bermain game. Dan memang dia akan langsung tenang.
Di umurnya yang ke-2 tahun sebenarnya saya
sudah melihat tanda tanda ke’kaku’an dari caranya berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Contohnya saja bagaimana dia merespons permainan manual
(mobil-mobilan, pesawat, dan jenis permainan lain yang dia punya
Pernah sekali saya mendapati dia hanya
memegang mobil-mobilannya sambil diam saja. Tidak ada gerakan layaknya seorang
anak laki-laki yang diberi mobil-mobilan yang pasti sudah memainkannya sambil
meniru suara mobil. Dia kebingungan tebak saya. Karena selama ini dia hanya
terbiasa menggerakkan jari-jarinya mengikuti alur permainan dari dalam
gadgetnya.
Keanehan lainnya dan yang paling
mengkhawatirkan adalah kurangnya kosakata yang bisa dia ucapkan. Padahal
anak-anak seumuran dia seharusnya sudah bisa berbicara dengan kosakata yg lebih
variatif.
Dalam hati, saya sudah waswas…khawatir
dengan perkembangan anak lelaki semata wayang saya. Sempat konsultasi dengan
dokter anak mengenai adakah hubungan antara riwayat alergi tinggi yang di
derita Shafraan dengan kondisinya ini.
Dan jawabannya adalah tidak ada.
Kemungkinan besar pengaruhnya adalah kurangnya interaksi dari orangtua dan
anggota keluarga yang kurang berkomunikasi atau menstimulasi Shafraan agar
memperbanyak kosakatanya.
Dan hati kecil saya berbisik, gadget-lah
penyebabnya. Sejak saat itu saya mulai membatasi penggunaan gadget di rumah.
Seringkali saya mesti kewalahan menghadapi tantrumnya Shafraan karena saya
berkeras tidak memberikan gadget ke dia.
Dia ngamuk, nangis, melempar semua barang
ke arah saya dan siapa saja yg ada di dekatnya, termasuk kakak-kakaknya. Dia
susah makan, susah tidur dan rewel. Sangat rewel. Itu berlangsung sekitar 3
hari. Dan pada akhirnya kasihan. Itulah alasan akhirnya saya memberikan lagi
gadget ke dia. Dan keadaan rumah jadi tenang kembali.
Puncaknya sekitar 2 bulan yang lalu saya
ke RS buat imunisasi si debay Raisha. Ketemu sama dokter di bagian tumbuh
kembang anak yang komunikatif sekali. Semua permasalahan kami konsultasikan
termasuk bertanya tentang kondisi Shafraan. Akhirnya dokter coba mengetes
motorik halusnya. Dan hasilnya semua stimulator bisa Shafraan buat dan
pertanyaan dari dokter bisa dia jawab walaupun kata-katanya belum terlalu
jelas.
Alhamdulillah berarti Shafraan
normal-normal saja. Mungkin hanya masalah waktu saja sampai dia bisa bicara
dengan jelas karena setahu saya anak laki-laki memang agak lambat soal masalah
bicara dibanding anak perempuan. Begitu pikir saya.
Tapi ternyata dokter punya diagnosa lain.
Menurut dokter, Shafraan sekarang dalam kondisi speech delay atau keterlambatan
bicara. Tidak tanggung-tanggung perkembangan bicara Shafraan terlambat 1 tahun
dari umurnya yang sudah 3 tahun 4 bulan waktu itu.
Speech delay adalah istilah yang
dipergunakan untuk mendeskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan
perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek
perkembangan lainnya.
Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan
intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Menurut penelitian, problem ini
terjadi atau dialami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah dan lebih cenderung
dialami oleh anak laki-laki daripada perempuan. Dokter menganjurkan agar
Shafraan ikut Terapi Okupasi/Sensori Integrasi untuk menstimulasi kemampuan
bahasa dan kosakatanya. Setelah itu, baru dilanjutkan ke Terapi Wicara.
Ya Allah, pernyataan dari dokter itu
bagaikan guntur di siang bolong. Baru saya sadar sayalah penyebab Shafraan jadi
begini. Saya tidak mau direpotkan dengan suara tangisan atau rengekannya. Saya
tidak mau melihat rumah berantakan karena mainannya. Saya tidak mau repot. Saya
tidak mau capek. Saya EGOIS. Itulah kesalahan terbesar saya sebagai seorang
ibu.
Dan, baru sekarang mata saya terbuka lebar
tentang kondisi anak saya. Bagaimana bisa saya tidak peduli pada hal ini selama
bertahun-tahun? Bagaimana bisa saya menyia-nyiakan masa-masa emas
pertumbuhannya dengan menyibukkannya dengan gadget yang jelas-jelas tidak ada
gunanya selain kesenangan sementara?
Menyesal, sangat menyesal. Seandainya
waktu bisa diulang kembali pasti saya tidak akan melewatkan kesempatan untuk
mengajarkan dia berbicara. Namun nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan pun tiada
guna. Satu yang pasti adalah bagaimana cara memperbaiki kondisi anak saya.
Setelah berdiskusi dengan suami kami
sepakat bahwa kami tidak akan mengikutsertkan Shafraan dalam terapi itu.
Kenapa? Karena kami percaya bahwa anak kami bisa dan akan bisa berbicara
seperti anak-anak sebayanya. Dan karena ini adalah sepenuhnya kesalahan kami
sebagai orangtua khususnya saya sebagai ibunya, maka kamilah yang akan
bertanggungjawab sepenuhnya tanpa campur tangan oranglain.
Sejak hari itu penggunaan gadget
ditiadakan. Awalnya dia nangis sambil minta tab tapi dengan tegas saya bilang
tab rusak. Besoknya dia minta lagi. Tetap saya bilang rusak. Selama kurang
lebih seminggu dia masih sering meminta. Tapi alhamdulillah akhirnya dia mulai
lupa dengan rutinitasnya yang dulu dan mulai membuat kegiatan baru
Entah itu lari-lari kecil di dalam rumah,
menyusun mobil-mobilan, main pesawat, memanjat tempat jemuran baju saya,
membongkar laci buku kakak-kakaknya, ngambil buku dan pensil trus mulai
mencorat coret. Bosan dengan buku pindahlah dia corat coret ke dinding.
Hasilnya? Rumah tidak pernah bisa rapi.
Mainan berantakan. Tapi ada kemajuan pesat pada diri Shafraan. Pembendaharaan
katanya sudah lebih banyak. Bahkan sekarang dia sudah bisa bicara membentuk
kalimat. Walaupun masih belum terlalu jelas tapi saya sudah sangat bersyukur
dengan keadaannya sekarang.
Ini adalah pelajaran bagi saya sebagai
orangtua. Kita sayang sama anak…orangtua mana yg tidak?
Tapi orangtua pun harus lebih cermat
memilah mana yg bisa dan tidak sepatutnya diberikan kepada anak. Jangan sampai
karena pola asuh kita bisa berdampak buruk bagi masa depan mereka.
Saya tidak melarang atau menghakimi orangtua
yang masih memberikan gadget kepada anak-anaknya. Saya hanya berbagi pengalaman
saja. Jangan sampai apa yang terjadi pada Shafraan terjadi pada anak-anak lain.
Save our children from gadget. Biarkan mereka menikmati golden age mereka
dengan cara alami karena belum waktunya mereka bersentuhan dengan canggihnya
teknologi😊
Belum ada Komentar untuk "MOMS, JANGAN BIARKAN ANAKMU KECANDUAN MAIN GADGET! BELAJARLAH DARI KISAH SHAFRAAN"
Posting Komentar